Emisi GRK berdampak terhadap perubahan iklim, yang mengakibatkan bencana dalam segala lini kehidupan makhluk hidup, mulai dari fisik (rusaknya bangunan dan infrastruktur pendukungnya), sosial (munculnya berbagai penyakit, antara lain meningkatnya penyakit pernapasan, penduduk kehilangan tempat tinggal), dan ekonomi (meningkatnya harga pangan, kehilangan matapencaharian dan lain-lain). Untuk itu, dalam rangka mitigasi perubahan iklim, pengurangan emisi merupakan salah satu langkah prioritas dunia. Salah satu pendekatan pencapaian target penurunan emisi GRK Nasional, adalah melalui kebijakan khusus yang terkait dengan bidang berbasis lahan, seperti kebijakan-kebijakan yang secara langsung mengatur pembatasan penggunaan lahan (Kebijakan Tata Ruang). Sejalan dengan upaya menurunkan GRK Nasional melalui pendekatan kebijakan berbasis lahan, penelitian ini berupaya menghasilkan model pemanfaatan ruang dalam mendukung pengembangan Jabodetabek berwawasan lingkungan atau berkelanjutan. Seperti diketahui, dalam skala nasional, Jabodetabek ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), kawasan andalan dan kawasan strategis nasional (KSN) dari sudut kepentingan ekonomi. Untuk mencapai tersebut, pada tahun pertama akan dilakukan kajian distribusi penggunaan lahan Jabodetabek pada tahun 2020 dan kemampuan wilayah daratan Jabodetabek tersebut menyerap GRK. Selanjutnya, pada tahun ke-dua akan dilakukan analisis terhadap distribusi penggunaan lahan yang optimal dalam kemampuannya menyerap gas CO2 dan metode upaya peningkatan kualitas penggunaan lahan ruang terbuka hijau. Metoda yang dilakukan dalam melakukan kajian dan analisis, meliputi metode kuantitatif untuk melakukan prediksi distribusi penggunaan lahan dan perhitungan kemampuan wilayah daratan menyerap gas CO2 serta metode analisis deskriptif untuk merumuskan dan menafsirkan fenomena yang ada terkait dihasilkannya model pemanfaatan lahan yang optimal bagi pengembangan kawasan berkelanjutan. Hasil penelitian tahun pertama: (1) pada tahun 2020 luas penggunaan lahan daerah terbangun meningkat sekitar 16% dibandingkan dengan tahun 2010. Dengan demikian, luas luas penggunaan lahan daerah terbangun pada tahun 2020 hampir 1,2 kali dari luas pada tahun 2010. Sedangkan ketersediaan daerah tidak terbangun yang merupakan ruang terbuka hijau berkurang sekitar 38 ribu hektar atau sekitar 9% dari luas lahan daerah terbuka hijau; (2) Kemampuan wilayah daratan Jabodetabek menyerap gas CO2 pada tahun 2020 adalah sekitar 50,51 juta per ton per tahun. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, terdapat penurunan kemampuan lahan wilayah daratan Jabodetabek menyerap gas CO2 sekitar 5%. Agar komitmen Pemerintah untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% pada tahun 2020 dapat tercapai, maka arahan distribusi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2020 sebagai berikut: (i) prosentase daerah terbangun + 41%, (ii) prosentase daerah tidak terbangun atau ruang terbuka hijau + 59%. Komposisi ruang terbuka hijau itu sendiri terdiri atas hutan sekitar 117 Ha (+ 30% dari total RTH), pertanian dan tegalan sekitar 108,5 Ha. Untuk mencapai luasan hutan hingga sekitar 117 Ha diperlukan alih fungsi lahan pertanian menjadi hutan sekitar 31.000 Ha. Hasil yang diperoleh dapat bermanfaat sebagai acuan bagi Pemerintah dalam menentukan arahkebijakan pemanfaatan ruang bagi pengembangan wilayah Jabodetabek berkelanjutan dan juga sebagai salah satu bentuk kontribusi upaya mitigasi perubahan iklim
Oleh :
Anita Sitawati W